Inspirasi Islam untuk Kemanusiaan

NU Bogor - Islam adalah agama kemanusiaan. Islam turun ke muka bumi melalui Malaikat Jibril lalu kepada Nabi Muhammad saw., sepenuhnya untuk kemaslahatan manusia dan tegaknya kemanusiaan. Karena itu menjadi penting agar kita memahami bahwa Tuhan tidak butuh akan agama dan manusia. Sejurus dengan itu pula, bahwa Tuhan tidak perlu dibela, yang perlu kita bela adalah manusia dan kemanusiaan yang terzalimi. Inilah inspirasi penting dari Islam untuk kemanusiaan.

Inspirasi Islam untuk kemanusiaan, ditegaskan oleh Tuhan, salah satunya melalui QS. Al-Isra' [17]: 70: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." Islam konsisten dengan misi besarnya sebagai agama rahmatan lil'alamin, agama yang hendak menebar kasih kepada setiap jenis manusia dan makhluk hidup yang lain, tanpa pandang apa agama dan latar belakang sosialnya.

Untuk itulah kita patut menyesalkan, ketika Islam--sebagai inspirasi bukan aspirasi--ditarik-tarik ke arah politik praktis, politik identitas dan politisasi agama. Islam akhirnya menjadi bopeng, wajahnya menjadi seram dan intoleran oleh sebagian umatnya. Sebagian umat Muslim radikal tersebut telah mencederai prinsip dakwah Islam. Bahwa Islam memang agama dakwah tetapi bukan berarti dengan cara-cara yang memaksa dan penuh kebencian. Ajaklah semua orang menuju jalan keselamatan dan kedamaian sebagaimana makna dari terma Islam itu sendiri.

Menegakkan kemanusiaan adalah tugas kita bersama. Jika Tuhan saja menjamin kehidupan dan rezeki setiap manusia dan bahkan setiap makhluk hidup yang ada, lalu mengapa justru manusianya sendiri yang mendiskriminasi dan membenci umat agama lain yang berbeda. Dalam konteks kemanusiaan dan keindonesiaan, semua agama adalah sama dan setara. Semua agama sama karena semuanya menuntun masing-masing umatnya ke jalan kebaikan. Begitu juga semua agama setara, apalagi kita hidup dalam naungan negara-bangsa bukan negara agama.

Cak Nur (Alm. Prof. Dr. Nurcholish Madjid) dalam salah satu bukunya 'Masyarakat Religius' berpendapat bahwa, nilai seorang pribadi adalah sama dengan nilai kemanusiaan universal, sebagaimana nilai kemanusiaan universal adalah sama nilainya dengan nilai kosmis seluruh alam semesta maka agama mengajarkan “barang siapa membunuh seseorang tanpa dosa pembunuhan atau tindakan peruskan di bumi maka bagaikan ia membunuh seluruh umat manusia, dan barang siapa menolong hidupnya maka bagaikan ia menolong seluruh umat manusia” jadi harkat dan martabat setiap perorangan atau pribadi manusia dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil atau representasi harkat seluruh umat manusia.

Cak Nur sendiri adalah guru bangsa sebagaimana Gus Dur (Alm. KH. Abdurrahman Wahid), kita perlu terus menggali jejak perjuangan kemanusiaan Cak Nur dan Gus Dur dalam berbagai bidang kehidupan. Cak Nur memahami betul bahwa menghormati harkat dan martabat manusia itu betapa penting, kalau apalagi kalau bukan karena kita sedang hidup dalam realitas yang beragam. Tanpa menghargai perbedaan dan mengelola keberagaman, maka kita akan sulit menegakkan kemanusiaan.

Untuk itu kita harus memedomani lima prinsip kemanusiaan universal yang pernah dikonsepsikan Al-Ghazali dan Al-Syathibi sebagai fondasi dalam menegakkan kemanusiaan yakni hak beragama/berkeyakinan (hifzh al-Din), hak hidup (hifzh al-Nafs), hak berpikir/berpendapat (hifzh al-‘Aql), hak atas kehormatan tubuh dan kesehatan reproduski (hifzh al-‘Irdh wa al-Nasl) dan hak kepemilikan atas harta/benda (hifzh al-Mal). Siapapun yang salah satu di antara kelima haknya didiskriminasi, maka kita perlu membelanya. Kelima konsepsi itulah yang kemudian disebut juga Hak Asasi Manusia (HAM).

Akhirnya, kita harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan sampai kapan pun. Jangan sampai perbedaan yang ada malah menyulut ketegangan dan konflik. Apalagi kita sedang hidup di era di mana media sosial dan internet meniscayakan arus informasi dan komunikasi begitu cepat. Selain kita harus mengacu pada lima prinsip kemanusiaan universal di atas, perlu kiranya kita juga melek literasi agar dapat terhindar dari bahaya hoaks, ujaran kebencian, politisasi agama, tergoreng isu SARA dan fitnah. Wallaahu a'lam

Penulis, Mamang M Haerudin (Aa)
Pengurus LDNU Kabupaten Cirebon, Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah

0 Komentar