Kajian al-Hikam (70) : Syukur dan Kufur

NU Bogor -


Kajian al-Hikam 70
Syukur dan Kufur

مَنْ لَمْ يَشكُرِ النِّعَم فَقدْ تـَعَرَّضَ لِزَوَالِهاَ ومن شَكرَهاَ فقد قـَيَّدَ بِعِقاَلهاَ
"Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah berarti ia berusaha menghilangkan nikmat tersebut, dan barang siapa mensyukuri nikmat berarti ia telah mengikat nikmat tersebut dengan ikatan yang kuat."

Maqalah diatas menjelaskan dua sikap hamba ketika memperoleh nikmat Allah, ada kalanya mensyukuri nikmat, ada pula yang kufur nikmat. Bagi orang yang pandai bersyukur atas limpahan nikmat Allah maka Allah akan menambah kenikmatan tersebut. Ada beberapa kenikmatan lahiriyah yang diberikan kepada hamba mulai dari nikmat kesehatan, nikmat berlimpah rizki, nikmat derajat dan pangkat hingga nikmat keluarga yang harmonis. Sedangkan termasuk nikmat batiniyah yaitu nikmat Islam, nikmat Iman, nikmat ilmu agama, nikmat paham ilmu-ilmu batiniyah, nikmat limpahan ilmu marifat (mengenal Allah). Jika nikmat tersebut disyukuri niscaya Allah akan menambahkan limpahan karunia nikmat-Nya. Cara paling sederhana mensyukuri nikmat yaitu dengan mengucapkan kata alhamdulillah wa-syukrulillah tidak sebatas di bibir tapi perlu dilanjutkan dengan penghayatan  yang semakin mendalam atas beragam nikmat yang diberikan Allah sehingga semakin bertambah ketaatannya kepada Allah. Itulah ciri orang bersyukur atas nikmat Allah.
Sebaliknya, ciri-ciri orang yang kufur atas nikmat Allah yaitu selalu keluar kalimat-kalimat negatif, mudah berkeluh kesah karena hatinya tertutup tidak bisa melihat kebesaran nikmat Allah. Sikap org yang kufur nikmat selalu mengecilkan nikmat  Allah yang ada, karena selalu melihat orang di atasnya. Mereka memahami nikmat sebatas material padahal hamparan nikmat sudah dirasakan, seperti kita bisa hidup di dunia itu sudah nikmat, bisa nafas dengan normal itu sudah nikmat, bisa merasakan aneka makanan itu juga nikmat. Bagaimana jika nikmat-nikmat tersebut diambil oleh Allah ?
Karena itu, manusia bisa menjadi mudah bersyukur ketika sudah merasakan kepahitan dan kesulitan. Orang akan merasakan nikmat sehat setelah sakit, orang bisa merasakan nikmat rizki setelah kesulitan, orang bisa merasakan nikmat iman setelah jatuh dalam jurang kemaksiatan, orang bisa merasakan nikmat memandang Allah dalam segala wujud setelah terhijab pandangannya.
Mudah-mudahan kita termasuk hamba yang pandai mensyukuri nikmat baik nikmat lahir maupun batin.

Dr. KH. Ali M. Abdillah, MA
Al-Rabbani Islamic College
Nagrak, Gunungputri Bogor
 

0 Komentar