Youth Movement Institute (YMI) ajak Mahasiswa & Pemuda dalam Menjaga Pancasila


Youth Movement Institute (YMI) dalam Diskusi Publik
NU Bogor - Jakarta,– Ditengah-tengah terbitnya Perppu Ormas untuk menertibkan ormas anti Pancasila yang kini masih menjadi bahan pembicaraan khalayak, Youth Movement Institute (YMI) justru mengajak mahasiswa dan generasi muda serta warga Negara Indonesia memahami dan serta menganggap pentingnya Pancasila serta mengimplementasikannya kedalam kehidupan sehari-hari.

“Apabila bangsa ini dapat memahami dengan seksama dan mengamalkan apa yang tercantum pada pancasila maka Indonesia tidak akan terpecah belah oleh sebab apapun,” ungkap Presidium YMI Nurhalim Fadli.

Hal itu mengemuka saat diskusi publik bertema “Meneguhkan kembali Peran Mahasiswa dan Pemuda dalam Menjaga Pancasila sebagai Ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara” di Resto Balphus Jl. Balai Pustaka Rawamangun Jaktim,  Jumat (28/07).

Acara yang dipandu MC Gusty Ayu Brenda Permata Sari dan dihadiri ratusan peserta dari berbagai kampus dan BEM di Jakarta itu juga Wakil Sekretaris Jenderal Bid. Hubungan Luar Negeri Partai Golkar Dr. Jerry Sambuaga, Sekjen Partai Idaman Ramdansyah Bakir, Intelektual Muda NU & Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa Abdul Ghofur, dan Komite Politik dan Keamanan Presedium GMNI Fariz Rifqi Ihsan. Diskusi tersebut juga dipandu moderator Andi Muh Adhim selaku Ketua LDHKMI.

Nurhalim menyayangkan jika hanya sebagian besar masyarakat menganggap penting Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara.
Ideologi tersebut dimaksudkan agar bangsa Indonesia memiliki pedoman atau dasar untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

“Masih banyak masyarakat yang terlibat aksi bentrok antar suku karena belum adanya kesadaran dan rasa persatuan,” tuturnya.

Pentingnya Peran Mahasiswa & Pemuda dalam Menjaga PancasilaKetua Pelaksana Ismail Adiputera mengingatkan agar mahasiswa sebagai insan akademis yang bermoral Pancasila juga harus terlibat dan berkontribusi. Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan sehingga mampu mencerminkan pribadi yang shaleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis.

“Mahasiswa harus dapat mengembangkan karakter yang Pancasilais melalui berbagai sikap yang positif, seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, dan lainnya,” ucapnya.

Menurutnya, Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Namun, kata dia, nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh globalisasi yang selalu membawa karakter individualistik dan liberal.

“Terjadinya modernisasi dalam ke- hidupan bangsa Indonesia, dengan ditandai banyaknya budaya asing se-hingga terkontaminasi, sehingga setiap bangsa Indonesia mulai lupa dengan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia,” bebernya.

Sementara itu Intelektual Muda NU & Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa Abdul Ghofur menjelaskan bahwa pasca runtuhnya Orde Baru muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara itu seolah ikut tumbang dan larut bagai hilang tanpa bekas. Dan membincangkan Pancasila menjadi sesuatu yang menjemukan dan memuakkan, karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru.

“Agaknya ada semacam trauma mendasar terhadap perlakuan eksesif akan Pancasila. Mengapa demikian?,” sebutnya.

Sebab, lanjutnya, Dasar Negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran. Pancasila dijadikan ideologi yang komprehensif yang mengatur semua lini kehidupan masyarakat.

Ghofur juga memandang Pancasila hanya menjadi hafalan rutin setiap Senin pagi di sekolah-sekolah, kantor-kantor pegawai negeri, dan lain lain.

“Pancasila menjadi hanya sebatas bukan komunisme dan kapitalisme atau diingatkan akan bahaya ekstrim kanan maupun kiri, dan sebagainya,” ujarnya.

Oleh karenanya, tambah dia, betapa pentingnya Pancasila menjadi ”Kompas” dalam perjalanan berbangsa dan bernegara yang kian mengalami dekadensi moral dan distorsi. Sehingga amat pentingnya Pancasila bisa dihadirkan kembali dalam ruang publik yang sarat kontaminasi oleh kepentingan kelompok, nilai, maupun ideologi-ideologi privat.

“Selama ini domain sistem nilai ataupun ideologi yang bersifat privat seperti agama, adat-istiadat maupun paham ideologi asing yang hidup di tengah masyarakat kini telah salah ”tempat”. Nilai serta norma ataupun ideologi privat itu telah memasuki ruang publik,” cetusnya.
Mengenai Pemuda, Intelektual Muda NU in memandang Pemuda sesungguhnya bukan sekadar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat saja. Sebab mereka memainkan peranan penting dalam perubahan sosial. Tapi, jauh daripada itu, pemuda merupakan konsepsi yang menerobos definisi pelapisan sosial tersebut, terutama terkait konsepsi nilai-nilai. Pemuda atau generasi muda adalah konsep-konsep yang sering mewujud pada nilai-nilai herois-nasionalisme. Hal ini disebabkan keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah, tetapi lebih merupakan pengertian ideologis dan kultural.
Pemuda sesungguhnya bukan sekadar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat saja, mereka konsepsi yang menerobos definisi pelapisan sosial tersebut, terutama terkait konsepsi nilai-nilai” pungkasnya.
Ditempat yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal Bid. Hubungan Luar Negeri Partai Golkar DR. Jerry Sambuaga menilai pentingnya peran mahasiswa dan pemuda dalam menjaga Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seharusnya, kata dia, Pancasila ditumbuhkan dikalangan mahasiswa dan pemuda seharusnya tidak hanya kalangan mahasiswa dan pemuda tetapi kalangan masyarakat umum dan kalangan elit politik.

“Pancasila sebagai esensi ada dua hal yaitu toleransi dan nilai sebagai ideologi politik. Dua nilai ini sangat penting dalam menjalankan kehidupan sosial, bermasyarakat, beragama, berpolitik dll,” tuturnya.

Kendati demikian, kata dia, dua hal ini bukan untuk dihafalkan melainkan harus dipahami dan implementasikan. Seharusnya perbedaan harus disikapi dengan bijak yang dilakukan sejak dini karena dalam usia dini lah waktu yang tepat untuk menanamkan pancasila.

“Solusi kongkret menghidupkan Pancasila dikalangan pemuda dan mahasiwa yaitu harus bijak dalam membina masyarakat menghidupkan kembali Pancasila sejak dini,” kata dia.

Komite Politik dan Keamanan Presedium GMNI Fariz Rifqi Ihsan mengutarakan hal utama yang harus dilakukan bagi pemuda dan mahasiswa ketika berbicara mengenai Pancasila dan negara adalah melepas identitas dan latar warna masing-masing. Permasalahan yang timbul saat ini adalah kecenderungan bagi mahasiswa dan pemuda untuk mencari yang instan.

“Instan dalam belajar agama, mencapai tujuan, dll. Sehingga ketika terjun ke masayarakat, menimbulkan permasalahan yang diakibatkan dari keinstanan tersebut,” terang Fariz.

Selanjutnya, kata dia, adalah ketidakpedulian terhadap fenomena saat ini sehingga terlena dengan hal duniawi dan larut ke dalamnya. Kemudian kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara bertoleransi.

“Sehingga apabila dipertemukan dengan yang instan tadi tentunya jadi polemik dan permasalahan baru di tengah-tengah masyarakat,” bebernya.

Fariz melanjutkan permasalahan berikutnya adalah banyaknya mahasiswa-mahasiswa di berbagai kampus yang tidak mendapatkan kurikulum tentang Pancasila dan wawasan kebangsaan. Sehingga mahasiswa cenderung anti Pancasila dan terlalu beragama sampai terlalu fanatik karena kurikulum kewarganegaraan yang diganti dengan pendidikan agama.

“Jadi perlu adanya ruang-ruang publik baru bagi mahasiswa dan pemuda untuk berekspresi sekaligus mengganti ruang publik lama,” imbuhnya.

Dia menambahkan akibat dari dihapusnya kurikulum Pancasila yang dihapus di bangku perkuliahan sejak tahun 2009, kurang lebih 29% setuju dengan kehilafahan.

“Jadi yang harus dilakukan oleh para kaum muda dan mahasiswa adalah mencerdaskan diri agar bisa memilah mana hal-hal positif yang bisa kita ambil dan terapkan serta mana hal negatif yang tidak boleh kita ambil,” tandasnya. (tim)

0 Komentar