NU Bogor - Bagi kaum pengikut Nahdliyyin mungkin sudah lekat dan sangat akrab dengan lagu mars NU, yakni lagu mars Ya Lal Wathon (Syubbanul Wathon). Lagu ini dikarang oleh KH. Wahhab Hasbulloh, salah satu tokoh pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia yang bernama Nahdlatul Ulama atau yang bermakna Kebangkitan Para Ulama. Lagu ini diciptakan pada tahun 1916, 10 tahun sebelum deklarasi berdirinya Nahdlatul Ulama secara resmi. KH. Wahhab Hasbulloh dikala itu telah mendirikan sebuah organisasi kepemudaan yang bernama Nahdlatul Wathon. Namun kemudian pada tahun 1926 berdirilah organisasi Islam Ahlussunnah Wal Jamaah terbesar di Indonesia yang bernama Nahdlatul Ulama.
Salah satu latarbelakang berdirinya Nahdlatul Ulama adalah karena pada saat itu para Ulama besar Indonesia merasa cemas terhadap adanya penyebaran sebuah ideologi aloran Islam yang bertentangan dengan Ahlussunnah Wal Jamaah. Aliran itu disebut aliran Wahabbi diambil dari nama seorang pencetusnya, yakni syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab. Faham aliran ini begitu mencemaskan, sebab aliran ini begitu gempar menyerang amalan-amalan Ahlussunnah Wal Jamaah yang memperbolehkan para pengikutnya untuk bersholawat, tahlilan, istighotsah, ziarah kubur dan lain sebagainya. Aliran ini begitu sering mengkafirkan, memusyrikkan amalan-amalan Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Sebab itulah para Ulama mencetuskan nama Nahdlatul Ulama yang bermakna Kebangkitan Para Ulama. Bangkit untuk terus berjuang di jalan Ahlussunnah Wal Jamaah, menjaga, melindungi serta melestarikan amalan Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah sebagaimana yang di contohkan Rosulullah SAW, para Sahabat Nabi, para Auliya’, para Ulama sepuh di NKRI ini.
Menyusul pada tahun 1945 Indonesia merdeka tak luput dari peran besar para Ulama dan para Santri Nahdliyyin yang ikut serta memerangi pasukan kolonial Belanda hingga titik darah penghabisan mereka. Sebelum ditetapkannya nama negara ini menjadi negara Indonesia, 29 tahun sebelum itu KH Wahhab Hasbullah sudah mencantumkan nama "Indonesia" pada syair lagunya yang berjudul Hubbul Wathon Minal Iman. Adapun bunyi daripada syair tersebut adalah "Indonesia Biladi (Indonesia negeriku)". Kemudian pada saat deklarasi kemerdekaan, dengan melalui berbagai macam proses pengambilan gagasan dan pendapat, maka sepakatlah para founding fathers menetapkan Indonesia sebagai nama Negaranya, NKRI (Kesatuan) bentuk Negaranya, sedangkan Negara ini menganut kesepakatan 4 Pilar Bernegara, yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan juga NKRI.
Mulai munculnya mimpi bernegara Khilafah di Indonesia.
Sudah sejak lama, indonesia disusupi kaum aliran Islam Radikal yang sangat menginginkan Indoneska supaya dapat berbaiat (berjanji setia/sumpah) untuk medeklarasikan negara penganut sistem khilafah. Namun hal itu selalu saja gagal, karena selalu saja ada yang menjadi penghalangnya, termasuk Nahdlatul Ulama (NU) yang mana ormas ini ghiroh keislaman, kebhinekaan, kebangsaannya sangat tinggi. Sehingga, pada saat itu, organisasi yng kita kenal dengan DI-TII tiba-tiba saja ormas tersebut menghilang tanpa jejak. Begitu pula dengan PKI, Masyumi dan lain-lain. Seperti yang dipaparkan Al-Habib, Habib Luthfi Bin Yahya "Banyak yang kualat dengan NU". Dan begitulah, biarkan fakta dan hukum karma yang berbicara. Banyak ormas-ormas menghilang tanpa jejak sebab telah berkhianat terhadap NU dan NKRI. Dan saya disini mengambil kesimpulan bahwasanya NU dan NKRI sangat berketerkaitan. Sebab, NU tidak akan pernah ada jikalau tidak ada NKRI, sedangkan perjuangan kemerdekaan NKRI tak lepas dari perjuangan para Ulama dan juga Santri-santri Nahdliyyin pada waktu itu.
Mulai pada sekitar tahun 2010, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang berartikan Partai Pembebasan Indonesia menggelar konferensi khilafah besar-besaran di Lapangan Gelora Bung Karno. Inilah awal mula dimana action Hizbut Tahrir untuk merongrong keutuhan, persatuan dan kesatuan NKRI.
Pemahaman ala Islam Hizbut Tahrir ini sangat sesat dan menyesatkan. Sebab, mereka seringkali meneriaki sesuatu yang dianggapnya tidak sama dengan pemahaman syari’at Islam ala islam yang mereka pelajari, maka itu semua dianggap kafir, musyrik, thogut dan lain sebagainya. Bahkan Hizbut Tahrir mengklaim bahwasanya NKRI merupakan Negara Kafir yang dibentuk oleh para pahlawan yang musyrik. Mereka juga mengatakan bahwasanya hormat bendera merupakan perbuatan syirik dan lain sebagainya.
Pemahaman semacam itu tentunya sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia. Sebab hal ini hanya dapat menimbulkan berbagai ancaman provokasi, hoax, sara, makar, Konflik, perpecahan dan lain-lain.
Sebab itulah, saat ini kita harus bisa menerapkan "Hubbul Wathon" Cinta Tanah Air di dalam hati kita, di setiap perbuatan kita, disetiap tindakan, perlakuan, ucapan bahkan juga pada tulisan-tulisan kita supaya orang-orang tertarik dan dapat bergabung dalam forum perjuangan prcinta tanah air ini.
Dengan ditetapkannya Perppu ormas no.2 tahun 2017 ini merupakan salah satu tonggak emas kejayaan kita sebagai warga Negara Indonesia, khususnya pejuang Cinta Tanah Air karena telah berhasil membubarkan salah satu ormas radikal intoleran di Indonesia ini. Namun, perjuangan belum usai hingga saat ini. Kita memiliki kewajiban yang leBih besar. Kewajiban bagaimana cara untuk mengembalikan para pengikut ormas radikal tersebut kepada alam kesadarannya, kepada jati dirinya sebagai "Manusia yang utuh", gakni manusia yang penuh kasih sayang, yang toleran, manusia yang "Memanusiakan manusia seutuhnya sebagaimana perlakuan terhadap manusia pada umumnya".
Sebagai seorang pelajar, saya ikut berbahagia atas keberhasilan pemerintah pusat untuk menyatakan bahwasanya Hizbut Tahrir sudah dibubarkan dan kini menjadi Ormas terlarang, terlarang bukan karena nama "Islam" yang dia bawa. Namun karena nama "Islam" yang ia bawa hanya sebagai "bumbu penyedap rasa" aksinya supaya dapat merebut seluruh alih kekuasaan dalam negeri. Hal ini dilakukannya mungkin supaya mereka dapat menguasai NKRI, kemudian dapat mendeklarasikannya menjadi Negara Khilafah Islamiyah.
Lalu, kebingungan saya ada disini.
Bagaimana mungkin HTI hendak mendeklarasikan negara khilafah sedangkan organisasi ini masih sangat ambigu terhadap siapa pemimpin yang akan dijadikan panutan (imam) pada negara yang dibentuknya tersebut. Dan, apakah kemudian seluruh rakyat Indonesia di islamkan begitu saja? Padahal Negara Indonesia kan, tidak seluruh penduduknya beragama Islam, ada sebagian beragama non muslim, namun kita wajib menghargai semua itu. Sebab Tuhan menciptakan manusia dengan beranekaragam bentuk, rupa, fisik, suku, ras, budaya, bahasa dan juga Agama. Ketika orang beragama non islam kemudian dipaksakan untuk masuk ke dalam islam, menurut saya itu adalah suatu pemahaman yang salah. Sebab, Islam itu ramah, tanpa paksaan, sesuai hati nurani tiap individu. Dan setahu saya, yang berhak untuk memberikan hidayah kepada manusia itu hanyalah Tuhan. Manusia hanya bisa membantu menemukan hidayah yang selama ini dicarinya. Hanya Tuhanlah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu yang dikehendakinya. Jadi, sampai kapan mau berlagak sok suci membela Islam namun Akhlaknya tak sesuai Akhlakul Islam, tak sesuai ajaran Islam yang ramah tamah, mengedepankan cinta kasih, berbagi karunia, mengedepankan toleransi dalam berpendapat dan berkeyakinan.
Baiknya sebelum kita melakukan segala sesuatu hal bahkan yang ada sangkut pautnya dengan orang lain, berkacalah kepada diri kita sendiri, apakah sudah sebaik apa yang telah kita utarakan kepada kawan kita tersebut. Apakah sesuai dengan diri kita dan apakah sesuai di diri kawan kita, apakah perkataan kita tersebut menyinggung, menyakiti atau bahkan hingga menfitnah kawan kita atau saudara kita sendiri.
Ingatlah bahwa perbedaan itu bukanlah sebuah laknat. Perbedaan itu merupakan sebuah Rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dia yang bukan saudaramu dalam "Iman". Namun dia merupakan saudaramu dalam kemanusiaan.
Aku sangat mencintai orang-orang muslim. Terlebih aku sangat mencintai orang-prang non muslim. Aku sangat menghargai segala kepercayaan, pendapat dan argumentasi mereka. Karena aku tau dan aku sangat faham bahwasanya aku dan dia juga mereka adalah sama, kita sama-sama berwujud "Manusia" yang masih "Menghamba" kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Mungkin aku tidak akan sama dalam hal beragama dengan mereka, namun aku akan tetap sama dengannya dalam hal mencintai Negara Indonesia dengan penuh ketulusan hati.
Karena aku sangat bersyukur kepada Tuhan, dan caraku bersyukur adalah dengan mencintai NKRI sepenuh hati.
Penulis, Vinanda Febriani
STAIA Syubbanul Wathon, 29 Juli 2017
0 Komentar