Menggugat Pembagian Trilogi Tauhid Wahabi

Cep Herry Syarifuddin : Menggugat Pembagian Trilogi Tauhid Wahabi
NU BogorOleh : Cep Herry Syarifuddin
Sebagaimana diketahui bahwa Faham Wahabi membagi tauhid kepada 3 bagian yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma Was Sifat.  atau yang disebut dengan Trilogi Tauhid Wahabi. Yang pertama kali menggagas trilogi tauhid ini adalah Ibnu Taimiyyah, rujukan utama Faham Wahabi. Sebelumnya, tidak dijumpai atau belum pernah didengar pembagian tauhid seperti ini. 

Tauhid Rububiyah adalah pengakuan bahwa Allah sebagai satu-satunya pencipta segala sesuatu. Bagi Wahabi, kemusyrikan orang Mekkah zaman Rasulullah SAW. lebih ringan daripada kemusyrikan kaum Muslimin masa kini.


Lihatlah betapa kaum Wahaby menganggap kaum kafir Mekkah sudah bertauhid Rububiyyah padahal mereka terang-terangan menyembah berhala. Bahkan “ketauhidan menyimpang” kafirin Mekkah lebih mereka unggulkan daripada ketauhidan umat Islam akhir zaman.


Na’udzu billahi min dzalik.

Sedangkan Tauhid Uluhiyyah adalah wewenang Allah untuk di-Esakan dalam penyembahan, tidak boleh menyekutukannya dengan sesuatu dalam berdo’a, bernadzar, menyembelih, berharap, takut, tawakkal, harap, cemas, dan taubat. 
Sementara Tauhid Asma’ Was Sifat adalah menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah SAW berupa nama-nama indah dan sifat-sifat yang mulia bagi Allah. 
Pembagian tauhid menurut  Ibnu Taimiyyah ini dianggap janggal dan memiliki beberapa kekeliruan yang sangat fatal dalam perspektif tauhid Ahlissunnah Wal Jama’ah. Syekh Nuruddin Marbu al-Banjari membongkar dan meluruskan Trilogi Tauhid Wahabi ini sebagai berikut :

Pertama, Belum pernah Nabi, Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan Ulama Salafush Shalih lainnya membagi atau memisahkan tauhid seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyyah dan pengikutnya dari Ulama Wahabiyyin. Jadi pembagian tauhid menjadi Trilogi Tauhid tersebut merupakan tindakan Bid’ah (Syayyi’ah).

Kedua, Sesungguhnya tauhid itu satu keyakinan yang utuh, tidak bisa dipisahkan antara Tauhid Rububiyah dengan Tauhid Uluhiyyah. Bahkan Tauhid Rububiyah sudah mencakup Tauhid Uluhiyyah. Artinya orang yang mengakui Allah sebagai pencipta langit dan bumi, haruslah menyembah, meminta, berlindung dan bergantung hanya kepada Allah. Bukankah saat di alam kubur Malaikat Munkar dan Nakir hanya bertanya “Siapa Tuhanmu?” dengan kalimat “Man Robbuka?” tidak bertanya dengan kalimat “Man Ilaahuka?”. 
Hal itu dikarenakan pengertian “Robb” sudah mencakup pengertian “Illah”, tidak terpisah satu sama lain.

Ketiga, Orang Kafir Mekkah tidak ada yang tergolong telah bertauhid Rububiyyah. Mereka semua kaum musyrikin dan kafirin. Tidak dibenarkan hanya pengakuan bahwa Allah sebagai Pencipta Alam Semesta, lalu dianggap sudah bertauhid. Sementara mereka menyembah, bermohon, berlindung dan bergantung kepada berhala atau selain Allah, karena itulah mereka tergolong  musyrik dan kafir.

Keempat, Kaum Wahabiyyin memisahkan Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah bertujuan untuk mengkafirkan orang yang bertawassul, bertabarruk (ngalap berkah), berziarah kubur ke makam para Nabi, waliyullah dan orang-orang saleh. Hal ini sangat keterlaluan dan perbuatan takfiri (mengkafirkan sesama Muslim) adalah dosa besar yang mengandung konsekuensi kembalinya tuduhan kafir tersebut kepada para penuduhnya. Sebagaimana sabda Nabi : 
وَمَا دَعَى رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّاللهِ وَلَيْسَ كَذٰلِكَ اِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ .

“Dan tidaklah seseorang memanggil orang Muslim lainnya dengan panggilan “kafir” atau ia berkata padanya : “musuh Allah”, dan ternyata kenyataannya tidak benar, melainkan tuduhan (cap kafir atau musuh Allah) itu balik kembali kepada penuduhnya.” (H.R.al-Bukhary dan Muslim)  


Semoga bermanfaat.**

0 Komentar