Koreksi terhadap kesalahan HTI

Koreksi terhadap Kesalahan HTI
NU BogorOleh : Badridduja

Pertama, kesalahan HTI, yakni memperjuangkan sistem khilafah di Indonesia. Karena itu sama saja dengan mengganti Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits.

Jika HTI memperjuangkan harga tukar rupiah stabil, TDL tidak naik, BBM tidak naik, harga sembako turun, swasembada berjalan, saya dukung. Karena saya hanya ingin berfikir terbuka. Artinya, jika ada satu kelompok radikal sekalipun ya.g menyuarakan kepentingan rakyat dan peduli atas keresahan masyarakat, saya akan mendukungnya. Karena kita punya kepentingan yang sama, yakni membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tentu bukan dengan cara yang radikal atau dengan kekerasan, dengan cara-cara yang cerdas dan konstruktif.

Saya berfikir terbuka agar tidak mudah diadu domba. Terbuka artinya menerima segala bentuk kritik, termasuk jika pada suatu kondisi, saya pribadi gagal fokus atau gagal faham dalam menyikapi sebuah masalah. Saya akan menyikapinya dengan memohon maaf dan mengakui kesalahan.

Tapi jika yang disuarakan dan yang diperjuangkan adalah perubahan azas negara, bahkan oleh kelompok yang mengaku Islam sekalipun, saya tidak bisa diam begitu saja.

Belakangan Pancasila dan UUD 45 dianggap sebagai faham sinkritisme, sebuah faham yang menyetarakan agama. Perlu digaris bawahi, bahwa itu TIDAK BENAR dan cenderung PROVOKATIF. Karena pertama, Seluruh sila dalam "Pancasila memiliki dalil dalam Al-Qur'an".

Sila pertama: Surah Al-Ikhlash, Asy-Syu'ara : 11, Saba’ : 1,  Al-Hasyr : 22 – 24, Al-Maa-idah : 73, Al-Baqarah : 256.
Sila kedua : Surah Attin : 4, Al-Israa’: 70, Al-Hujuraat: 11, Al-Maa-idah : 2, Al-Insaan : 8 – 9.
Sila ketiga : Al-Hujuraat : 13, 9 dan 10, Annisaa’ : 59.
Sila keempat : Surah Asy-Syuura: 38, Al-Mujaadilah:9 & 11.
Sila kelima : An-Nahl: 71, Al-Imran : 180, Al-Furqaan : 67, Al-Hadiid: 11, Adz-dzaariyaat: 19, Al-Maa’uun: 1-3.

Kedua, kesetaraan yang dimaksud bukan agamanya, tapi "kesetaraan hak menganut agama atau kepercayaan (belief) setiap warga negara". Islam memang agama yang paling benar, tapi kita tidak bisa memaksakan apa yang kita yakini menjadi keyakinan mereka. Nabi Muhammad sendiri beberapa kali ditegur Allah SWT saat bersedih atas kegagalannya membuat semua orang beriman, "kamu (Muhammad) hanyalah pembawa kabar atau berita" bahkan seorang Nabi Muhammad, kekasih allah pun tidak bisa memaksakan kehendaknya agar semua manusia beriman kepada Allah. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.(*)


Penulis Adalah Kader GP Ansor PW Jakarta; Mantan Presiden BEM-J Bahasa dan Sastra Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 Komentar