Fasilitas Dipakai, Sistem Dimusuhi

Fasilitas Dipakai, Sistem Dimusuhi
NU Bogor - Oleh : Dede Hamdan / Ketua Majlis Dzikir dan Shalawat Rijalul Ansor GP Ansor PAC Kecamatan Jonggol

Sepekan ini banyak masyarakat di berbagai tingkatan ramai-ramai menolak Hizbuth Tahrir Indonesia (HTI) dan menuntut untuk dibubarkan. Dirasa itu tidak perlu dan hanya buang-buang waktu saja.
HTI hadir di Indonesia atas jasa "kebaikan" dari sistem Demokrasi. Golongan manapun berhak berhimpun dan diakui negara dalam kerangka sistem demokrasi. Maka HTI juga berhak untuk "hidup" dan mendapat pengakuan negara.
Persoalan lain muncul bahwa HTI yang selama hampir setengah abad berkiprah di Indonesia dengan segala fasilitas negara yang digunakannya, malah melawan balik negara dengan tidak mengakui negara Indonesia. Jadi dapatlah dipertanyakan dimana nurani HTI yang membalas kebaikan dengan keburukan. Sungguh itu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam maupun aturan negara.
Saya mengakui bahwa khilafah itu adalah sistem yang baik pada zamannya, bahkan dalam mekanismenya yang saya baca di buku putih HT, yaitu Al-Islam (sebanyak 2 jilid saya baca) penentuan Khalifah / Pemimpin dalam sistem Khilafah Islamiyah itu sangat demokratis dengan mencari calon pemimpin terbaik di masanya.
Pasalnya, mekanisme itu hanya berlaku 5 generasi atau selama 30 tahun, dan yang terakhir adalah khalifah Hasan. Setelah itu khilafah dipimpin oleh Mu'awiyah, Ummayah, Abbasiyah, hingga terakhir Ottoman (di Turki yang runtuh 1924) yang mekanisme penentuan khalifah dilakukan berdasarkan garis nasab (keturunan). Tentu ini tidak sesuai dengan sistem khilafah yang menentukan khalifah sesuai kapabilitas dan kualitas seorang imam. 
Maka saya meyakini Khilafah hanya terjadi sangat singkat. Karena Khalifah Mu'awiyah dan seterusnya hanya menjalankan praktik kerajaan atau sistem monarki. Itulah yang saya pahami dari Kitab Putih Hizbut Tahrir, Al-Islam.
Kemudian jika memang mau fair, saya berharap HTI bisa mendaftar ke KPU untuk menjadi Partai politik yang sah. Saya cukup apresiasi dengan langkah Partai Islam yang menginginkan syariat Islam tehak di Indonesia dengan masuk pada sistemnya. Ayo bertarung gagasan dan menjaring konstituen sebanyak-banyaknya untuk memenangkan kontestasi politik dan mengubah sistem negara jadi khilafah. Jika HTI masih menganggap negara adalah thaghut serta partai politik dan masyarakat Indonesia ini adalah kambing sesat dan kafir, lantas HTI ini maunya apa?
Kalau memang HTI ini begitu memusuhi negara dan segala sistem kafirnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 45, ya jangan menggunakan fasilitas negara dong. Kembalikan KTP, Akta Lahir, KK, buku nikah, sertifikat tanah, paspor, SIM, STNK, BPKB, Ijazah, SIUP, SK PNS, dan semua administrasi lainnya yang menyangkut sistem negara demokrasi yang kalian tuduh thaghut itu.
Saat ini kan HTI atau di kalangan mahasiswa ada GEMA Pembebasan anggotanya masih menikmati fasilitas negara yang selama ini menjadi target perlawanannya. Apalagi sekolah di perguruan tinggi negeri seperti UI, IPB, ITB, dan sebagainya dapat beasiswa pula. Dimana logikanya? Karena kalian kuliah wajib menyertakan KTP, KK, Ijazah dan lain-lain yang merupakan produk negara "thaghut/kafir"yang kalian musuhi selama ini.
Seandainya HTI mau betul-betul fair berjuang melawan NKRI, Pancasila, dan UUD 45, saya tantang kalian lepaskan atribut identitas dan produk administrasi kenegaraan. Dalam kata lain silahkan cari wilayah sendiri, sekolah, kerja, dan usaha sesuai produk khilafah kalian. Jangan gunakan fasilitas negara yang kalian anggap sesat ini. Mohon maaf jika kalian masih menggunakan fasilitas negara, berarti kalian sama halnya seperti menjilat ludah sendiri, tidak tahu diri, tidak tahu terima kasih, dan sifat seperti itu sangat mirip dan identik dengan golongan Yahudi Madinah ketika Rasulullah menetapkan Piagam Madinah untuk merangkul semua golongan sebagai warga negara Madinah, tapi kaum Yahudi melangggar kesepakatan yang telah dibuatnya bersama dengan Rasulullah, Nasrani, Majusi, dan kelompok pagan lainnya.
Perlu diingat bahwa ormas HTI itu terdaftar di Kemendagri untuk beraktifitas memusuhi negara. Bahkan HTI mengirimkan surat ke polisi untuk melakukan aksi demonstrasi yang isinya merongrong negara serta seluruh sistem dan perangkatnya.
Jadi argumennya adalah mendesak pemerintah untuk membubarkan HTI itu tidak sesuai dengan semangat demokrasi. Biarkan HTI bubar dengan sendirinya atas kesadaran nurani. Jika memang tidak sadar juga, biarlah Tuhan yang menentukan HTI ini termasuk watak golongan mana yang sesuai.
Khusus Warga NU Kultural alias NU Jama'ah jangan hanya bisa nyinyir kepada mereka. Coba pelajari bagaimana cara mereka mendoktrin dan meng-counter attackpendapat mereka.

* opini ini merupakan pendapat penulis, isi bukan bagian tanggungjawab NUBogor.Com
 

0 Komentar