Spirit Rahmah Dalam Al-Quran Surat Ali Imran: 159

Spirit Rahmah Dalam Al-Quran Surat Ali Imran: 159
NU BogorOleh: KH. Hasan Nuri Hidayatullah, Lc (Pimpinan Ponpes Asshiddiqiyah Karawang, Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Barat)

Islam memiliki nilai-nilai yang luhur, bersifat universal, dapat direalisasikan oleh semua ummat manusia di muka bumi ini. Salah satu nilai terpenting dalam ajaran Islam adalah ‘rahmah’, kasih sayang. Rasulullah SAW membawa risalah Islam ke muka bumi dengan berpegang teguh pada nilai Rahmah ini.
Allah Ta’ala berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ  لَهُمْ وَلَوْكُنتَ فَظًّا غَلِيظَا لْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْلَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِفَإِذَاعَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّاللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran: 159).
Spirit Rahmah ini menjadi prinsip bagi Baginda Nabi SAW dalam mengajak manusia menuju Dīnul Islām. Siapapun makhluknya pasti akan luluh dan betah jika diberikan rasa Rahmah ini, jiwanya nyaman, tentram, dan damai.
Dari ayat di atas jelaslah kiranya bahwa kesuksesan baginda Nabi Muhammad dalam berdakwah tak terlepas dari perilaku beliau yang penuh dengan kasih sayang, lemah lembut, jauh dari sikap kasar dan semena-mena, selalu memaafkan, memintakan ampun kepada Allah atas segala perilaku mereka, sekaligus mendo’akan mereka mendapatkan Hidayah. Beliau juga senantiasa bermusyawarah mufakat dalam menghadapi beragam problema keummatan, agar semua orang terlibat guna bertanggung jawab atas beragam persoalan tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai contoh seorang ibu memiliki Rahim, tempat bagi sang bayi berada di dalam kandungan ibunya selama kurang lebih 9 bulan, tidak ada jendela atau pentilasi sekecil apapun, namun bayi tetap betah dan terlindungi, bahkan asupan makan dan minumnya terpenuhi, walaupun faktanya, rahim itu tempat yang amat sempit. Inilah keajaiban Rahim ibu, kasih sayang ibu.
Ajaran Rahmah (kasih sayang) tentu memiliki efek yang begitu besar dalam rangka membangun peradaban ummat manusia yang mulia walaupun di tengah atmosfer masyarakat yang gersang, hancur akhlak, lemah berpikir, penuh kekacauan. Spirit Rahmah ini sudah dibuktikan dengan kesuksesan baginda Nabi Muhammad SAW dalam membangun peradaban ummat manusia di jazirah Arab pada abad ke-6, di mana masyarakat Arab saat itu begitu terkenal kejahiliyyahannya, mabuk-mabukan, berzina, dan membunuh adalah serangkaian bentuk kejahatan dan kejahiliyahan mereka. Namun dengan sikap (baik verbal maupun non verbal) yang penuh Rahmah itulah beliau mampu menundukkan kejahiliyyahan mereka, membentuk masyarakat berperadaban yang pengaruhnya menyebar luas ke seluruh dunia. Hingga sebagian Ulama mengartikan gelar Ummiy bagi Baginda Nabi Muhammad SAW bukan “orang yang tak mampu membaca dan menulis” melainkan Ummiy di situ bermakna “keibuan” dalam arti dakwah Rasul  selalu ngemong (bahasa Jawa) mengayomi tanpa mencaci, merangkul bukan memukul, membimbing dengan sepenuh hati, yang diliputi kasih sayang layaknya seorang ibu.
Menebar kasih sayang (Rahmah) ini mesti tak pandang agama, etnis, dan golongan, kepada siapapun spirit ini harus kita tebarkan, di manapun dan kepada siapapun. Kita tahu Nabi Ibrahim a.s. adalah seorang Nabi yang sangat suka dan bahagia didatangi tamu yang hendak silaturahmi padanya yang lantas beliau jamu dengan makanan yang beliau miliki, sehari saja beliau tak ada tamu di rumahnya, beliau akan terasa ada yang kosong dalam hidupnya, beliau akan mencari-cari orang yang mau kiranya datang ke rumahnya dan makan bersamanya, maka tak heran beliau diberi gelar “Khalilullah” Kekasih Allah.
Pada suatu hari Nabi Ibrahim didatangi seorang tamu yang beragama Majusi, namun aneh, kali ini tamu tersebut diusir oleh Nabi Ibrahim, hanya karena ia beragama Majusi. Lantas orang Majusi tersebut pergi, menjauh dari pandangan Nabi Ibarahim a.s., seketika itu Allah menegur Nabi Ibrahim a.s. “Ibrahim, mengapa kau usir tamumu itu?” tanya Allah. “Ya Rabb, bagaimana mungkin Aku menerima tamu tersebut, sementara dia tidak beriman pada-Mu?” jawab Nabi Ibrahim. “Sebelum kau terima dia sebagai tamumu, siapakah yang memberi dia usia hingga masih hidup sampai saat ini?” tanya Allah. “Engkau Ya Rabb”, jawab Nabi Ibrahim. “Sebelum nanti kau jamu dia, siapakah yang memberi dia makanan dan minuman sebagai rejeki baginya?” tanya Allah kembali. “Engkau Ya Rabb”, jawab Nabi Ibrahim kembali. “Siapa pula yang memberikan dia bentuk fisik dan pakaian supaya ia terlihat sebagai manusia seutuhnya?” tanya Allah. “Engkau Ya Rabb” jawab Nabi Ibrahim. “Aku saja yang menciptakan dia dan seluruh makhluk-Ku sudi untuk memberikannya hidup (umur), rejeki, dan lainnya, lantas bagaimana dengan dirimu, yang seluruh hidup, rejekimu, dan semuanya Aku yang menanggung, sementara kau tak sudi menerima dia sebagai tamumu, tak mau kau jamu, hanya gara-gara dia belum beriman pada-Ku?” Pungkas Allah, menegur Nabi Ibrahim a.s. Segera saat itu Nabi Ibrahim bertaubat kepada Allah dan langsung mencari seorang Majusi yang beliau usir itu untuk meminta maaf atas kesalahannya dan menerimanya sebagai tamu beliau.
Ajaran Rahmah ini meliputi seluruh aspek kehidupan, yang secara aksiologis adalah untuk tercipta kedamaian dan ketentraman ummat manusia. Sebagai contoh kecil, dalam Islam, berbuat “Tarwi” (membuat kaget orang) itu termasuk dosa, apalagi “Takhwif” (menakuti orang), menebar teror dan ancaman, mengusik ketenangan, membuat kerusuhan dan lain sebagainya, semuanya diharamkan oleh Islam, saking luhur dan universalnya ajaran Rahmah ini, melindungi hak segenap ummat manusia. (AM/narator).
Transkip oleh: Abdul Muhyi, M.Pd (Dosen STIT Asshiddiqiyah Karawang)

Ikhtisar KH. Hasan Nuri Hidayatulloh dalam Pengajian Peduli Malam Kamis Pondok Pesantren Asshiddiqiyah-Karawang, Edisi 29 Maret 2017

0 Komentar