Menyikapi Toleransi Beragama

NU Bogor - Oleh : Azi Ian (Kader GP Ansor Kecamatan Kelapa Nunggal Kabupaten Bogor)

Media massa nasional ini belum layak memberitakan peristiwa. Karena tidak ada kejelasan informasinya. Namun, minimal fenomena ini alasan saya menyebut bahwa hidup di Indonesia tidak nyaman dan tidak ramah agama. Seolah untuk menyembah Tuhan saja harus berebut. Di Pulau Jawa pembangunan gereja sulit dilakukan, di Papua, sebaliknya pembangunan Masjid yang sulit dilakukan. 

Tidak perlu merasa agama mana yg paling afdhol untuk meraih simpati Tuhan dan cara agama serta dimana tempat paling benar untuk menyembah Tuhan. Semua punya cara masing-masing untuk sampai pada Tuhan. Tidak usah mengklaim kebenaran masing-masing. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu semuanya sama menyembah Sang Maha Pencipta dengan nama yang berbeda-beda serta media yang berbeda. Tapi kita masing-masing sibuk saling berebut Tuhan sesembahannya yang paling benar. Hal itu hanya akan mengkerdilkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Luas dan Maha Besar. 

Perbedaan cara ritual menyembah Tuhan adalah salah satu sifat Tuhan yang tidak terbatas dan transendental. Tidak perlu kelompok agama tertentu merebut simpati Tuhan dengan memaksakan pandangannya terhadap kelompok lain. Silahkan saja muslim menyembah di Masjid, Kristen di Gereja, Budha di Vihara, Hindu di Pura, Konghucu di Kelenteng. Toh masing-masing tujuannya sama kok. Menyembah Sang Pencipta, bukan menyembah Batu berbentuk Kubus (Ka'bah), Patung salib Yesus, serta Patung Para Dewa. 

Bahaya klaim kebenaran dan isu keselamatan di hari akhir menjadi permasalahan yg pelik diurai di negeri yang katanya sudah mengakui 6 agama yang sah. Herannya lagi dengan confident mereka mengganggu ritual persembahan Tuhan umat agama lain dengan cara-cara kekerasan atas nama Tuhan pula. Tuhan tidak perlu dibela, bahkan Tuhan pada titik tertentu tidak butuh Ibadah manusia apalagi membawa-bawa nama-Nya pada aksi kekerasan. Ini jelas melecehkan singgasana Ketuhanan dan Tuhan itu sendiri. 

Masyarakat kita seperti tidak siap menerima perbedaan yang di semua agama adalah suatu hal yang sangat niscaya (baca: sunnatullah). Penghormatan terhadap perbedaan adalah ibadah untuk mengagungkan Tuhan. Tidak perlu ada usaha menyeragamkan cara untuk sampai pada Tuhan. Karena hanya Tuhan yang berhak menentukan cara ritual macam apa yang dapat menarik Simpati-Nya. Siga urang Sunda mah ulah badegong untuk meraih simpati Tuhan.

Sesuai kata Cak Nun, “Agama itu letaknya di dapur ga perlu dipamerkan di warungnya. Enggak peduli kamu masak di dapur pakai gas, kompor biasa atau apa pun yang penting yang kamu sajikan di ruang tamu adalah masakan yang menyenangkan semua orang. Begitu juga dengan agama, ga masalah agama manapun yang dianut yang penting output dimasyarakat itu baik. Jadi orang yang mengamankan, menolong dan menentramkan saat dibutuhkan". Kira-kira begitu.

Penyakit merasa paling benar sendiri perlu segera disembuhkan pada umat beragama negeri ini. Karena bagaimanapun lakon ibadahnya diterima oleh Tuhan jika untuk mencapai-Nya saja tidak tertib dan saling berebut. Pemahaman pluralitas perlu diluruskan, bukan hanya semata menganggap semua agama benar, akan tetapi semua agama punya hak untuk benar menurut ajarannya masing-masing. Serta pemahaman dan klaim benar itu cukup menjadi prinsip di dalam agamanya masing-masing, tidak perlu dibawa ke luar yang hanya akan memaksakan kebenaran kelompok agamanya pada kelompok agama lain. Pasti tidak akan menemukan titik temu dan berpotensi menimbulkan konflik bernuansa agama -padahal hanya konflik egoisme sosial saja-. 

Pemerintah beserta masyarakat harus membuka ruang dialog yang luas bagi terselenggaranya kerukunan antar umat beragama dengan merangkul semua masyarakat agama untuk bisa saling berdampingan. Jika fenomena perusakan tempat ibadah masih terjadi. Indikasinya pemerintah abai terhadap gelaran kerukunan umat beragama. Negara tidak cukup hanya mngakui perbedaan, namun harus merawat perbedaan dengan bermacam strategi yang bisa mewujudkan kerukunan. Sesuai falsafah bangsa yang bhineka, setiap masyarakat diharapkan dapat menjaga dan merawat kebhinekaan NKRI.***semoga


* Opini ini adalah pandangan pribadi dan tanggung jawab penulis, bukan merupakan pandangan redaksi NU Bogor

0 Komentar